10.2.20

Notes Seminar Pendidikan: Psikologi Anak dan Aplikasinya dalam Pembelajaran melalui Permainan Edukatif dan Inovatif



Sebuah awal yang menggetarkan siapapun yang mendengarnya. Iringan lagu pembuka seminar yang sangat menyentuh, khususnya kami yang mendedikasikan hidup kami untuk pendidikan anak. Sebuah lagu dengan judul terima kasih guruku. ‘Pagiku cerahku ... Matahari bersinar ... Ku gendong tas merahku ... Di pundak.’

Tim trainer dari SPA Indonesia, Yogyakarta. Tim yang sudah berpengalaman melatih guru-guru di nusantara. Kak Muksin panggilannya. Jika mau berkenalan dengannya bisa berteman di facebook dengan alamat emailnya muhsin_anwar@yahoo.co.id . Ada sekitar 200 peserta dari guru-guru PAUD di kab. Ciamis dan luar kab. Ciamis.

Ternyata kak Muksin ini asli orang Ciamis, tepatnya lahir di Dewasari. Sejak SD sampai SMA ia sekolah di tanah kelahirannya dan sejak kuliah hingga berkeluarga tinggal di Yogyakarta. “Tepatnya di pinggir candi Prambanan.” Katanya. “Kalau sedang berkunjung ke sana mampirlah dulu!”

Sebuah lagu gubahan berjudul kupu-kupu menjadi awal perkenalan kami. Sejauh yang kupantau ternyata guru-guru PAUD cepat menangkap hapalan berbagai nyanyian dan tepuk-tepukan. Mungkin saking semangatnya mereka ingin menularkan tepuk baru atau gubahan lagu baru ini kepada anak didiknya di sekolah masing-masing.

Penilik dari UPTD kec. Ciamis datang dengan memberi semangat juang pada para peserta. “Semoga kita diniatkan tholabul ilmi.” Katanya. “Guru PAUD dibayar tanpa pamrih. Belum ada perhatian dari pemerintah atas kesejahteraan guru-guru PAUD.” Tambahnya. “Guru PAUD jika dimisalkan menanam padi di sawah, ibaratnya sedang menyiapkan lahan. Disiangi rumputnya, dialiri air lahannya dan dirapikan lahannya. Barulah tandurnya saat masuk sekolah dasar.”

“Maka disinilah penguatan karakter awal generasi mendatang!”

Kabupaten Ciamis belum ada perhatian mengenai kesejateraan guru PAUD. Guru PAUD hanya dibayar dengan “sajuta”. Sabar, jujur dan tawakal. Bahkan ada yang lima puluh ribu per tiga bulan. Bayangkan pertiga bulan! “Secara manusiawi ini diluar logika!” ucapnya. “Meski memang rezeki datang dari Tuhan. Dan semoga hadirnya Kak Muksin disini dapat menguatkan dan memberi semangat juang padi kami guru-guru.” Nasihat Pak Penilik UPTD kec. Ciamis.

Dalam pelatihan ini para guru diajari dan diarahkan untuk fokus, keep smile! dan bersemangat. Apa sih fungsinya mempelajari psikologi anak? Pelatihan psikologi anak atau aspek-aspek tentang jiwa anak sangat penting bagi seorang guru. Setiap hari guru bertemu dengan anak didik. “Maka apa yang dihadapan kita itu yang harus kita kenali pribadinya.”

“Tidak semua niat baik berhasil dengan baik!” Maka oleh karena itu ada tekniknya. Ada sebuah perumpamaan cerita mengenai akibat yang buruk dari cara yang keliru. Setiap hari anak yang di kelasnya terbilang pandai, di rumah ia sering dijejali pepatah orang tua agar rajin belajar. Hampir setiap hari anak diomeli agar cepat-cepat mengerjakan PR, belajar dan membaca buku. Karena salah dalam cara tersebut, sekarang anak yang tadinya pandai itu berangsur-angusr jadi malas, tidak percaya diri dan sulit menyampaikan pendapat.

“Maka dari itu untuk ibu atau ayah di rumah jangan terlalu over protektif, memaksa dan tidak menghargai anak. Akibatnya akan ketahuan saat ia sudah dewasa.”

Mengapa kita harus mengenal karakter atau sifat seorang anak?

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling membahagiakan. Hanya kadang kita lupa bagaimana rasa yang sebenarnya. Saat kita melihat anak kecil berisik kita memarahainya. Saat kita mengajar di kelas tak ada yang memperhatikan. Kesal kita dibuatnya. Saat tak ada yang sama sekali menjawab pertanyaan kita. Jengkel kita rasanya. Berisik. Banyak berulah. Tidak bisa diam di tempat. Kata pemateri mereka sedang thawaf (berkeliling), Sa’i (berpindah-pindah) dan melempar jumrah.

Saat kita kesal ingin sekali meluruskan akhlaknya. Kita tidak sadar jika dulu kita begitu. Malah mungkin lebih dari sekedar thawaf, sai atau melempar jumrah. Kita baru tahu bagaimana susahnya jadi seorang yang dewasa atau menjadi seorang guru. Mungkin dulu guru-guru kita, mentor-mentor kita, ustad-ustadzah kita menilai seperti ini. Tidak jauh beda.

Pentingnya kita mempelajari karakter atau psikologi anak.

Pertama. Agar kita tahu ciri-ciri khas dari seroang anak. Ibarat seorang dokter yang akan memberi obat. Maka ia dengan prosedurnya akan mengenali penyakit pasien dan gejala-gejalanya. Jangan sampai dokter melakukan malapraktek. Kalau dokter keliru memberi vaksin atau obat mungkin gejalanya akan terasa beberapa saat lagi atau jika daya tubuhnya masih kuat bisa terlihat beberapa hari ba’da operasi. Tetapi kalau guru salah mendidik karena tidak tahu karakter anak. Bagaimana perlakuan terhadap satu anak dan anak yang lain. Maka efeknya akan bertahan seumur hidup. Terekam kuat di otak. Terkristalkan dalam pergaulannya di masa depan. maka berhati-hatilah berinteraksi degan anak-anak.

Kedua. Agar kita dapat membimbing anak sesuai perkembangannya. Misalkan penempatan mengajari membaca dan menghitung saat usia dini. Sebagian pendapat ada yang mengatakan agar anak tidak terlalu dibebani oleh angka dan kata saat usia dini. Hanya untuk pengenalan saja. Masalahnya tidak pada anak-anak, orang tua mengininkan anak di bawah usia sekolah dasar supaya bisa membaca dan menulis. Mereka takut jika saat sekolah dasar nanti anak mereka ketinggalan nilai bahkan tidak naik kelas. Yang khawatir justru orang tua. “Plis, Anak-anak tidak usah dibebani!” Hingga akhirnya anaklah yang jadi korban ambisi orang tuanya.  “Memang tidak mudah menemani anak belajar.”

Ketiga agar dapat mengoptimalkan potensi anak. Kelebihannya dan keurangannya. Dosa jika kita tidak mendidik mereka. masing-masing anak punya potensinya masing-masing. Kak Muksin salah satu trainer menyesalkan atas kesepakatan diumumkannya juara-juara kelas dari peringkat satu sampai tiga saja. Tidak adil anak dibiarkan sendiri tanpa ia membanggakan diri dengan potensi terpendamnya. Jangan sampai ada yang mengatakan anak yang tidak bisa matematika itu bodoh. Mungkin potensinya ada di bahasa, atau mungkin ia berpotensi di olahraga. Jelas, masing-masing anak diarahkan untuk mencapai posisinya.

Keempat agar kita bijaksana dalam memperlakukan mereka. mungkin saat di kelas kita melihat ada anak yang sering cemberut, murung dan tak bersemangat. Jika kita jadi mereka dan proses pendewasaan terjadi seperti usia kita mungkin ia akan berkata. “Aku punya masalah, bu!”
Contoh cerita di kelas ada anak yang diam saja tak seperti yang lain. 

Contoh Cerita Kasus 1 :

“Apa kau sakit?” Ibu guru mendekati anak yang diam di antara teman-teman lainnya yang bermain. Wajahnya lesu tidak bergairah. Terdorong hasrat ingin memberi nasehat, ibu guru mendekati dan mengelus-elus punggunnya. “Sakit apa nak?”

“Tidak, Bu!”

“Apa kau mau main dengan ibu?” Ibu guru inisiatif mengambil boneka tangan dan menggoyang-goyangkannya.

“Tidak, Bu!”

“Kamu kenapa diam membisu, tidak seperti kawan-kawan yang lain?” kaca mata bu guru di geser ke atas, karena turun mendekati hidung yang lumayan pendek.

“Saya punya masalah, Bu!” jawab anak itu lemas menatap ibu guru dengan mata yang sendu.

“Sama ibu juga punya masalah, tos dulu ah!” Lalu mereka berdua saling beradu tangan tanda senasib seperasaan.

Punya masalah? Anak kecil koq sudah punya masalah? Nah lho. Jika anak bisa berbicara gaya orang dewasa mungkin akan mendapati hal seperti itu. Atau seperti ini.

Contoh Cerita Kasus 2 :

“Coba siapa tahu rasanya gula?” Ibu guru memberi pertanyaan sederhana, ia menatap semua mata anak-anak di depannya. Ibu guru sengaja mengacungkan tangannya, berharap ada yang mengikuti gerakannya. Semua mengacunhkan jarinya antusias. Ibu guru senang. Tapi lagi-lagi anak itu diam. Bu guru mendekati anak itu, pelan-pelan ia berbisik. “Coba siapa tahu rasanya gula?”

Anak itu menggeleng. Ah, mungkin ia tidak tahu. Ia coba lagi dengan pertanyaan lain yang lebih sederhana, tentunya kalua ada gula pasti ada garam. ‘Pasti mudah dong menjawabnya.’ Pikir ibu guru. Raut wajah ibu guru sumringah, senyum-senyum sendiri.

“Coba siapa tahu rasanya garam?”

Anak itu menggelang lagi. Habis upaya ibu gurunya, ia beralih kepada teman-teamannya yang lain, yang lebih antusias. Tanpa disadari ibu guru, terlihat di depan pintu kelas kakaknya memperhatikan. Kakak melihat sang adik ditanya bu guru hanya menggelang saja. Padahal ia anak yang pandai.

Saat pulang sekolah sang kakak bertanya pada adiknya.

“Apa kau tidak tahu bagaimana rasanya gula?” selidik kakaknya penasaran.

“Tahu?”

“Lalu kenapa tidak menjawab tadi?”

“Aduh, kakak aku tuh lagi pusing.. Kenapa ayah dan ibu bertengkar melulu ya?”

Ini hanya misalkan. Tapi jika anak bisa bicara dengan bahasa orang dewasa hal ini mungkin akan terjadi. Mungkin pernah ada anak yang bilang tidak mau belajar dengan guru itu! tidak mau belajar sama guru ini. Kenapa seperti itu? Itu karena cara pembelajarannya berbeda. Dan anak berkomunikasi dengan gayanya sendiri. Setiap anak itu unik dan untuk mendekatinya perlu mengenalinya terlebih dahulu.

Macam-Macam Karakter Anak

Oke. Setelah kita mengetahui alasan kuat mengapa kita harus mempelajarinya. Maka inilah karkter anak.

1. Motorik (Banyak bergerak)
“Anak yang cenderum diam justru bermasalah.” Saya kaget mendengar kalimat ini. Sebelum tahu hal ini saya selalu jengkel saat anak-anak tidak mau diam di tempat. Disuruh ini tidak mau, disuruh begini susah melulu. Kadang ia berlarian dan menyikut anak lain, sehingga menimbulkan tangisan salah satunya. Faktanya memang begitu anak justru banyak bergerak itu lebih baik. Maka menjadi wajar mana kala anak tidak bisa diam di tempat terlalu lama, tidak kenal lelah dan capai. Maka untuk mendidik mereka dengan cara melibatkan mereka pada aktifitas motoriknya. Buat mereka merasa nyaman. Maka guru-guru PAUD sering menggunakan banyak gerakan dan jenis tepukan.

2. Berpikir
Anak belum bisa berpikir yang abstrak. Mereka berpikir yang nyata. Kongkrit. Maka gunakan media atau alat media untuk membantu anak dalam berpikir dan menangkap pelajaran. Dunia anak adalah dunia konkrit.

3. Ingin selalu tahu dan berkreasi atau penasaran.
Jangan matikan rasa ingin tahu anak dengan mengabaikan pertanyaan mereka. Berikan permainan yang menantang rasa penasaran mereka, bisa dari SAINS atau apa saja. “Perbanyak melakukan penelitian, pengamatan dan pertunjukan agar anak-anak terangsang motorik.”

4. Emosinya masih labil. (mudah berubah)
Setelah anak bertengkar dalam sepuluh menit mereka langsung berbaikan bersalaman dan bermain bersama lagi. Kak Muskin memberikan cara untuk melerai anak yang sedang bertengkar. “Jangan berdiri! Mereka akan saling menyalahkan. Maka posisi yang benar adalah duduk sesuaikan dengan tubuh anak, dan nada suara kita pastikan di bawah nada mereka.”

5. Suka bermain.
Dunia anak adalah dunia bermain. Anak mampu mempelajari berbagai hal dari cara mereka bermain, bersoialisasi, bahasa dan rasa percaya diri.

“Maka pandai-pandailah guru membuat game edukatif!”

Macam-macam bermain:
a. Bermain indoor/outdoor
b. Bermain dengan alat dan tanpa alat
c. Secara individu atau kelompok. 
d. Aktif dan pasif. Aktif adalah anak ikut bermain, pasif anak tidak ikut dalam permainan diantaranya menonton. Bermain adalah aktifitas yang membuat perasaan happy (menyenangkan). Dan bemain pasif itu tidak baik. Anak menonton televisi itu berbahaya. Membuat susah konsentrasi dan susah menangkap pelajaran.


6. Setiap anak itu unik. 
Carilah kelebihan setiap anak. Dimunculkan sehingga ia bisa berdiri di atas potensinya. Jika ada 30 anak maka buatlah 30 prestasi. Tapi kita lebih mudah melihat kekurangan daripada kelebihan mereka, kan? Intinya cari agar semua anak mempunyai prestasinya. Agar tidak ada yang minder. Terlalu dini jika anak dibebankan dengan persaingan. 

Contoh perintah yang mengandung karakter pendidikan karakter. “Yang tadi pagi menyalakan lampu kelas boleh pulang duluan?”

7. Mudah meniru/ imitasi. 
Di sekolah orang yang paling dipercaya adalah guru. Guru adalah orang yang paling mereka percayai daripada orang tua. Maka berhati-hatilah jika berperilaku dekat anak-anak. Karena perbuatan lebih besar pengaruhnya daripada ucapan. 

8. Masih tergantung pada orang lain.
Orang dewasa. Belum mandiri. Anak sering laporan. “Bu guru, si anu suka mencontek!” 

9. Anak berkembang melalui proses belajar. 
Mendidik anak bukan seprti memasak mie instan. “Sabar dalam mendidik anak, sabar yang tidak ada batasnya.” Tugas kita menyiapkan lahan/pondasi yang kuat bagi anak-anak kita.

10. Suka bergaul dengan teman sebaya. 
Maka untuk mengubah seorang anak ubahlah kawan-kawannya. Cukup belajarlah mencintai anak-anak!

Nah, semoga bisa dipahami ya. Materi ini bisa dibaca oleh semua kalangan, tidak teruntuk guru PAUD tapi juga Orang Tua. Akhirnya saya ucapkan Terima kasih kepada PAUD Kober Al-Istiqomah  Cantigi, Desa Kujang Kec. Cikoneng, Kab. Ciamis  yang mengajak penulis untuk ikut seminat keren ini.

-
Sabtu, 19 Januari, 2013, Sejahtera Plaza Ciamis.
Penulis : Agus Sutisna
Designed by rawpixel.com / Freepik
Comments


EmoticonEmoticon